1.1
Latar
belakang
Indonesia
sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah pesisir yang kaya dan beragam
akan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan. Negara kepulauan yang
memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km termasuk negara kedua yang memiliki
garis pantai terpanjang setelah Kanada. Luas wilayah laut negeri kita, termasuk
didalamnya zona ekonomi ekslusif, mencakup 5,8 juta kilometer persegi, atau
sekitar tiga perempat dari luas keseluruhan wilayah Indonesia. Dengan kenyataan
seperti itu sumber daya pesisir dan lautan Indonesia merupakan salah satu modal
dasar pembangunan Indonesia yang sangat potensial disamping sumber daya alam
darat. Sumber daya wilayah pesisir diprediksi akan semakin meningkat peranannya
dimasa-masa mendatang dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional (Anonim,
2010).
Wilayah pesisir
adalah wilayah interaksi antara laut dan daratan yang merupakan 15 % daratan
bumi. Wilayah ini sangat potensial sebagai modal dasar pembangunan Indonesia
sebagai tempat perdagangan dan transportasi, perikanan, budidaya perairan,
pertambangan serta pariwisata. Wilayah pesisir Indonesia sangat potensial pula
untuk dikembangkan bagi tercapainya kesejahteraan umum apabila pengelolaannya
dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan, dengan memperhatikan faktor-faktor
yang berdampak terhadap lingkungan pesisir. Dalam wilayah pesisir ada banyak
faktor yang berdampak diantaranya: pertumbuhan penduduk dunia yang besar,
kegiatan-kegiatan manusia, pemanfaatan sumber daya laut yang berlebihan, ketersediaan
air bersih, pencemaran, dan sedimentasi (Anonim, 2010).
Untuk
selanjutnya akan dibahas mengenai sedimentasi yang terjadi di muara sungai pada
daerah pesisir. Sedimentasi bisa kita lihat pada daerah daerah muara sungai dan
pantai pantai di Indonesia. Seperti halnya sedimentasi yang terjadi di Bali
utara yang dapat dilihat di muara-muara sungai dekat kota Singaraja. Singaraja adalah ibu kota kabupaten Buleleng, Bali, Indonesia. Menurut website http://id.wikipedia.org/wiki/Singaraja Luas wilayah Singaraja
adalah 27,98 km² dan penduduknya berjumlah 80.500 jiwa. Kepadatan penduduknya
adalah 2877 jiwa/km². Singaraja merupakan ibu kota Kabupaten
Buleleng yang menjadi bagian dari wilayah Propinsi Bali. Letak astronomis kota
Singaraja adalah 08° 04'40"LS - 08° 09'30" LS dan 115° 04'10" BT
- 115° 07' 10" BT. Secara administratif wilayah Kota Singaraja terdiri
dari 19 desa/kelurahan (BPS kabupaten Buleleng, 2009 dalam Dewi 2011). Di mana terdapat beberapa kelurahan atau desa yang
berbatasan dengan pantai antara lain Kelurahan Banyuasri, Kelurahan Kaliuntu,
Kelurahan Kampung Anyar, Kelurahan Kampung Kajanan, Kelurahan Kampung Baru, dan
Kelurahan Penarukan. Ada dua Sungai atau tukad yang memiliki muara besar di
daerah Singaraja yaitu Tukad Buleleng dan Tukad Penarukan, serta ada sungai
sungai kecil yang bermuara ke laut yaitu sungai atau pangkung yaitu pangkung
Padakeling, pangkung Buwus, dan pangkung Sendayu.
Khususnya
mengenai tukad Buleleng yang bermuara ke laut, membawa beragam sedimen yang
berasal dari hulu sungai berupa pasir, kerikil, koral, tanah, sisa-sisa
organisme dan berbagai sampah atau limbah yang berasal dari rumah tangga. Adanya
sedimentasi tersebut tentunya memiliki pengaruh besar terhadap wilayah pesisir.
Melihat dari
kasus di atas maka penulis mengangkat judul menganai “Dampak Sedimentasi Muara Tukad
Buleleng Terhadap Daerah Pesisir Kota Singaraja, Kecamatan Buleleng”
1.2
Rumusan
masalah
1.2.1
Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya sedimentasi di muara tukad Buleleng?
1.2.2
Bagaimanakah dampak sedimentasi Tukad
Buleleng terhadap wilayah pesisir?
1.2.3
Bagaimanakah upaya pemerintah dalam
menanggulangi sedimentasi yang terjadi di muara tukad Buleleng?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya sedimentasi di muara tukad Buleleng?
1.3.2
Bagaimanakah dampak sedimentasi Tukad
Buleleng terhadap wilayah pesisir?
1.3.3
Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam
menanggulangi sedimentasi yang terjadi di muara tukad Buleleng.
1.4
Manfaat
1.4.1
Secara
teoritis, dapat digunakan sebagai literatur atau acuan dalam membuat karya tulis terkait sedimentasi
yang terjadi di muara sungai di kota Singaraja.
1.4.2
Secara praktis, dapat digunakan sebagai
acuan dalam tindakan untuk menanggulangi sedimentasi yang dalam waktu lama akan
menyebabkan pendangkalan pantai di pantai sekitar kota Singaraja.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Pengertian
Sedimentasi dan Pesisir
Menurut Wadell
(1932) dalam Anonim (2010), Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari sedimen
atau endapan, Sedangkan sedimen atau
endapan pada umumnya diartikan sebagai hasil dari proses pelapukan terhadap
suatu tubuh batuan, yang kemudian mengalami erosi, tertansportasi oleh air,
angin, dll, dan pada akhirnya terendapkan atau tersedimentasikan.
Menurut Pipkin
(1977) dalam Anonim (2011) menyatakan bahwa sedimen adalah pecahan, mineral,
atau material organik yang ditransforkan dari berbagai sumber dan diendapkan
oleh media udara, angin, es, atau oleh air dan juga termasuk didalamnya
material yang diendapakan dari material yang melayang dalam air atau dalam
bentuk larutan kimia.
Lalu Pettijohn
(1975) dalam Anonim (2011) mendefinisikan sedimentasi sebagai proses
pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari
material pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan
lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut
dangkal sampai laut dalam.
Sedangkan Gross
(1990) dalam Anonim (2011) mendefinisikan sedimen laut sebagai akumulasi dari
mineral-mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran
cangkang dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel lain yang
terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut. Walaupun pengertiannya agak
berbeda satu dengan lainnya, dapat ditarik satu hal bahwa sama-sama merelukan
proses dan proses itu adalah proses pengendapan untuk membentuk sedimen/
endapan itu sendiri.
Selanjutnya adalah daerah pesisir, daerah
pesisir merupakan daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas darat dapat
meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat
pengaruh sifat-sifat laut, seperti angin laut, pasang surut, dan intrusi air
laut. Ke arah laut, perairan pesisir mencakup bagian batas terluar dari daerah paparan
benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat,
seperti sedimentasi dan aliran air tawar. Definisi wilayah seperti diatas
memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem perairan pesisir merupakan
ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat beragam, di darat maupun
di laut serta saling berinteraksi. Selain mempunyai potensi besar wilayah
pesisir juga merupakan ekosistem yang mudah terkena dampak kegiatan manusia.
Umumnya kegiatan pembangunan yang menyebabkan terjadinya proses pengendapan
atau sedimentasi secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan
terhadap ekosistem perairan pesisir (Anonim, 2011).
2.2.
Ilmu
Pendukung Dalam Mempelajari Sedimentasi
Stratigrafi
adalah studi batuan untuk menentukan urutan dan waktu kejadian dalam sejarah
bumi. Dua subjek yang dapat dibahas untuk membentuk rangkaian kesatuan skala
pengamatan dan interpretasi. Studi proses dan produk sedimen memperkenankan
kita menginterpretasi dinamika lingkungan pengendapan. Rekaman-rekaman proses
ini di dalam batuan sedimen memperkenankan kita menginterpretasikan batuan ke
dalam lingkungan tertentu. Untuk menentukan perubahan lateral dan temporer di
dalam lingkungan masa lampau ini, diperlukan kerangka kerja kronologi (Anonim,
2010).
Ilmu bumi
secara tradisional telah dibagi kedalam sub-disiplin ilmu yang terfokus pada
aspek-aspek geologi seperti paleontologi, geofisika, mineralogi, petrologi,
geokimia, dan sebagainya. Di dalam tiap sub-disiplin ilmu ini, ilmu pengetahuan
telah dikembangkan sebagai teknik analitik baru yang telah diaplikasikan dan
dikembangkannya teori-teori inovatif. Diwaktu yang sama karena
kemajuan-kemajuan di lapangan, maka diperkenalkannya integrasi kombinasi
ide-ide dan keahlian dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda-beda. Geologi
adalah ilmu multidisiplin yang sangat baik dipahami jika aspek-aspek berbeda
terlihat berhubungan antara satu dengan lainnya. Sedimentologi perhatiannya
tertuju pada pembentukan batuan sedimen. Kemudian batuan sedimen dibahas
hubungan waktu dan ruangnya dalam rangkaian stratigrafi di dalam
cekungan-cekungan sedimen. Tektonik lempeng, petrologi dan paleontologi adalah
topik tambahan (Anonim, 2010).
2.3.
Proses
Terjadinya Sedimentasi
Sedimentasi ini
terjadi melalui proses pengendapan material yang ditransport oleh media air,
angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut
sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh
air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di
tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin.
Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan hasil pelapukan secara
berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser. Air
mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung,
melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan
angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar.
Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya. pengendapan material
batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi membuat terjadinya
sedimentasi.
Meningkatnya
aktivitas manusia akhir-akhir ini di sepanjang aliran sungai telah memberi
pengaruh terhadap ekosistem muara. Kegiatan yang memberikan dampak terhadap
muara tersebut antara lain penebangan hutan di bagian hulu. Kegiatan ini
menyebabkan meningkatnya pengikisan tanah di sepanjang aliran sungai. Sebagai
dampaknya jumlah sedimen di dalam sungai (suspended solid) bertambah dan
menyebabkan pendangkalan. Faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi yang
terjadi di muara antara lain aktivitas gelombang dan pola arus.
Menurut Dibyosaputra (1997: 65) besar kecilnya sedimen di
daerah sungai ditentukan melalui transportasi sungai yang disebabkan oleh
adanya kekuatan aliran sungai yang sering dikenal dengan istilah kompetensi
sungai (stream competency), yaitu kecepatan aliran tertentu yang mampu
mengangkut sedimen dengan diameter tertentu. Dengan kata lain bahwa besarnya sedimen
yang terangkat tergantung pada :
a. Debit sungai
b. Material sedimen
c. Kecepatan aliran.
Dengan kekuatan aliran dan faktor lainnya maka ada tiga
bentuk/macam sedimen yang terangkut yaitu:
a. Muatan terlarut (dissolved load)
b. Muatan tersuspensi (suspended load)
c. Muatan dasar (bed load)
Pada saat sungai banjir, maka hydraulic action dapat melepas dan mengangkut material sedimen
dalam jumlah besar. Tidak hanya dari dsarnya saja tetapi juga menggerus
material sepanjang tebing atau tanggul sungai. Akibatnya tanggul sungai
mengalami kerusakan dan terjadilah nendatan
atau slumping (Dibyosaputra,1997:
65).
Menurut Anonim
(2011) Sedimen yang dalam jangka waktu yang lama mengalami pembatuan atau
disebut dengan istilah batuan sedimen, yaitu suatu batuan yang terbentuk dari
hasil proses sedimentasi, baik secara mekanik maupun secara kimia dan organik.
Proses terjadinya batuan sedimen dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Secara mekanik
Terbentuk dari akumulasi
mineral-mineral dan fragmen-fragmen batuan. Faktor-faktor yang penting yang
mempengaruhi sedimentasi secara mekanik antara lain :
· Sumber material batuan sedimen :
Sifat dan komposisi batuan
sedimen sangat dipengaruhi oleh material-material asalnya. Komposisi
mineral-mineral batuan sedimen dapat menentukan waktu dan jarak transportasi,
tergantung dari presentasi mineral-mineral stabil dan nonstabil.
· Lingkungan pengendapan :
Secara umum lingkungan
pengendapan dibedakan dalam tiga bagian yaitu: Lingkungan Pengendapan Darat,
Transisi dan Laut. Ketiga lingkungan pengendapan ini, dimana batuan yang
dibedakannya masing-masing mempunyai sifat dan ciri-ciri tertentu.
· Pengangkutan (transportasi) :
Media transportasi dapat berupa
air, angin maupun es, namun yang memiliki peranan yang paling besar dalam
sedimentasi adalah media air. Selama transportasi berlangsung, terjadi
perubahan terutama sifat fisik material-material sedimen seperti ukuran bentuk
dan roundness. Dengan adanya pemilahan dan pengikisan terhadap butir-butir
sedimen akan memberi berbagai macam bentuk dan sifat terhadap batuan sedimen.
· Pengendapan :
Pengendapan terjadi bilamana
arus/gaya mulai menurun hingga berada di bawah titik daya angkutnya. Ini biasa
terjadi pada cekungan-cekungan, laut, muara sungai, dll.
· Kompaksi :
Kompaksi terjadi karena adanya
gaya berat/gravitasi dari material-material sedimen sendiri, sehingga volume
menjadi berkurang dan cairan yang mengisi pori-pori akan bermigrasi ke atas.
· Lithifikasi dan Sementasi :
Bila kompaksi meningkat terus
menerus akan terjadi pengerasan terhadap material-material sedimen. Sehingga
meningkat ke proses pembatuan (lithifikasi), yang disertai dengan sementasi
dimana material-material semen terikat oleh unsur-unsur/mineral yang mengisi
pori-pori antara butir sedimen.
· Replacement dan Rekristalisasi :
Proses replacement adalah proses
penggantian mineral oleh pelarutan-pelarutan kimia hingga terjadi mineral baru.
Rekristalisasi adalah perubahan atau pengkristalan kembali mineral-mineral
dalam batuan sedimen, akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang relatif
rendah.
· Diagenesis :
Diagenesis adalah perubahan yang
terjadi setelah pengendapan berlangsung, baik tekstur maupun komposisi mineral
sedimen yang disebabkan oleh kimia dan fisika.
b. Secara Kimia dan Organik
Terbentuk oleh proses-proses
kimia dan kegiatan organisme atau akumulasi dari sisa skeleton organisme.
Sedimen kimia dan organik dapat terjadi pada kondisi darat, transisi, dan
lautan, seperti halnya dengan sedimen mekanik.
Masing-masing lingkungan sedimen
dicirikan oleh paket tertentu fisik, kimia, dan biologis parameter yang
beroperasi untuk menghasilkan tubuh tertentu sedimen dicirikan oleh tekstur,
struktur, dan komposisi properti. Kita mengacu kepada badan-badan khusus
seperti endapan dari batuan sedimen sebagai bentuk. Istilah bentuk mengacu pada
unit stratigrafik dibedakan oleh lithologic, struktural, dan karakteristik
organik terdeteksi di lapangan. Sebuah bentuk sedimen dengan demikian unit batu
itu, karena deposisi dalam lingkungan tertentu, memiliki pengaturan
karakteristik properti. Lithofacies dibedakan oleh ciri-ciri fisik seperti
warna, lithology, tekstur, dan struktur sedimen. Biogfacies didefinisikan pada
karakteristik palentologic dasar. Inti penekanan adalah bahwa lingkungan
depositional menghasilkan bentuk sedimen. Karakteristik properti dari bentuk
sedimen yang pada gilirannya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan
deposional.
2.4.
Klasifikasi Mengenai Sedimen
Menurut
Hutabarat dan Evans (2006: 45) klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran dapat
menggunakan skala wentworth yang dapat dilihat dalam table berikut:
Keterangan
|
Ukuran (mm)
|
Boulders
|
>256
|
Gravel
|
2 - 256
|
Very coarse sand
|
1 - 2
|
Coarse sand
|
0,5 – 1
|
Medium sand
|
0,25 – 0,5
|
Fine sand
|
0,125 – 0,5
|
Very fine sand
|
0, 0625 – 0,125
|
silt
|
0,002 – 0,0625
|
Clay
|
0,0005 – 0,002
|
Dissolved material
|
<0,0005
|
Menurut
Anonim (2011), sedimen berdasarkan tempat terjadinya dapat dibedakan menjadi 4 yaitu:
•
Sedimentasi sungai
Pengendapan
yang terjadi di sungai disebut sedimen fluvial. Hasil pengendapan ini biasanya
berupa batu giling, batu geser, pasir, kerikil, dan lumpur yang menutupi dasar
sungai. Bahkan endapan sungai ini sangat baik dimanfaatkan untuk bahan bangunan
atau pengaspalan jalan. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang bermata
pencaharian mencari pasir, kerikil, atau batu hasil endapan itu untuk dijual.
•
Sedimentasi Danau
Di
danau juga bisa terjadi endapan batuan. Hasil endapan ini biasanya dalam bentuk
delta, lapisan batu kerikil, pasir, dan lumpur. Proses pengendapan di danau ini
disebut sedimen limnis.
•
Sedimentasi Darat
Gumuk
pasir di pantai berasal dari pasir yang terangkat ke udara pada waktu ombak
memecah di pantai landai, lalu ditiup angin laut ke arah darat, sehingga
membentuk timbunan pasir yang tinggi. Contohnya, guguk pasir sepanjang pantai
Barat Belanda yang menjadi tanggul laut negara itu. Di Indonesia guguk pasir
yang menyerupai di Belanda bisa ditemukan di pantai Parang Tritis Yogyakarta.
•
Sedimentasi Laut
Sungai
yang mengalir dengan membawa berbagai jenis batuan akhirnya bermuara di laut,
sehingga di laut terjadi proses pengendapan batuan yang paling besar. Hasil
pengendapan di laut ini disebut sedimen marin
Sedimen yang di
jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber dibedakan menjadi
empat yaitu :
1. Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi
pantai dan material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke
dasar laut melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau
arus laut dan akan terendapkan jika energi tertransforkan telah melemah
(Hutabarat dan Evans, 2006: 45).
2. Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari
sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta
bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi (Hutabarat dan Evans, 2006: 48).
3. Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena
adanya reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut
dalam air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan
sedimen jenis ini adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit (Hutabarat dan Evans,
2006: 49).
4. Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang berasal dari berbagai
sumber dan masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini
dapat bersumber dari luar angkasa, aktifitas gunung api atau berbagai partikel
darat yang terbawa angin. Material yang berasal dari luar angkasa merupakan
sisa-sisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut. Sedimen yang
berasal dari letusan gunung berapi dapat berukuran halus berupa debu volkanik,
atau berupa fragmen-fragmen aglomerat. Sedangkan sedimen yang berasal dari
partikel di darat dan terbawa angin banyak terjadi pada daerah kering dimana
proses eolian dominan namun demikian dapat juga terjadi pada daerah subtropis
saat musim kering dan angin bertiup kuat. Dalam hal ini umumnya sedimen tidak
dalam jumlah yang dominan dibandingkan sumber-sumber yang lain (Reinick dalam
Anonim (2011).
Sedimen yang masuk ke dalam laut dapat
terdistribusi pada :
1. Daerah perairan dangkal,
seperti endapan yang terjadi pada paparan benua (Continental Shelf) dan lereng
benua (Continental Slope). Dijelaskan oleh Hutabarat (1985) dan Bhatt (1978)
dalam Anonim (2011) bahwa ‘Continental Shelf’ adalah suatu daerah yang
mempunyai lereng landai kurang lebih 0,4% dan berbatasan langsung dengan daerah
daratan, lebar dari pantai 50 – 70 km, kedalaman maksimum dari lautan yang ada
di atasnya di antara 100 – 200 meter. ‘Continental Slope’ adalah daerah yang
mempunyai lereng lebih terjal dari continental shelf, kemiringannya antara 3 –
6 %.
2. Daerah perairan dalam, seperti endapan
yang terjadi pada laut dalam.
Endapan Sedimen terjadi pada
perairan dangkal dan perairan dalam yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
Pada perairan dangkal, umumnya ‘Glacial
Continental Shelf’ dicirikan dengan susunan utamanya campuran antara pasir,
kerikil, dan batu kerikil. Sedangkan ‘Non Glacial Continental Shelf’’
endapannya biasanya mengandung lumpur yang berasal dari sungai. Di tempat lain
(continental shelf) dimana pada dasar laut gelombang dan arus cukup kuat,
sehingga material batuan kasar dan kerikil biasanya akan diendapkan.
Sebagian besar pada ‘Continental
slope’ kemiringannya lebih terjal sehingga sedimen tidak akan terendapkan
dengan ketebalan yang cukup tebal. Daerah yang miring pada permukaannya
dicirikan berupa batuan dasar (bedrock) dan dilapisi dengan lapisan lanau halus
dan lumpur. Kadang permukaan batuan dasarnya tertutupi juga oleh kerikil dan
pasir.
Menurut Anonim (2011) Endapan
sedimen pada perairan laut dalam dapat dibagi menjadi 2 yaitu Sedimen Terigen
Pelagis dan Sedimen Biogenik Pelagis.
1. Sedimen Biogenik Pelagis
Dengan menggunakan mikroskop
terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri atas berbagai struktur halus dan
kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa fitoplankton dan zooplankton
laut. Karena umur organisme plankton hannya satu atau dua minggu, terjadi suatu
bentuk ‘hujan’ sisa-sisa organisme plankton yang perlahan, tetapi kontinue di
dalam kolam air untuk membentuk lapisan sedimen. Pembentukan sedimen ini
tergantung pada beberapa faktor lokal seperti kimia air dan kedalaman serta
jumlah produksi primer di permukaan air laut. Jadi, keberadan mikrofil dalam
sedimen laut dapat digunakan untuk menentukan kedalaman air dan produktifitas
permukaan laut pada zaman dulu.
2. Sedimen Terigen Pelagis
Hampir semua sedimen Terigen di
lingkungan pelagis terdiri atas materi-materi yang berukuran sangat kecil. Ada
dua cara materi tersebut sampai ke lingkungan pelagis. Pertama dengan bantuan
arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua melalui gerakan es yaitu materi
glasial yang dibawa oleh bongkahan es ke laut lepas dan mencair. Bongkahan es
besar yang mengapung, bongkahan es kecil dan pasir dapat ditemukan pada sedimen
pelagis yang berjarak beberapa ratus kilometer dari daerah gletser atau tempat
asalnya.
Angin merupakan alat transportasi
penting untuk memindahkan materi langsung ke laut. Lempung pelagis yang ada di
laut dibawa terutama oleh tiupan angin (Aeolian.
Komponen utama debu yang terbawa
angin adalah kuarsa dan mineral lempung. Pada skala global, jumlah masuknya
materi Vulkanologi ke sedimen laut dalam adalah kecil. Letusan besar dapat
mengeluarkan abu dan debu dalam jumlah yang banyak dengan ketinggian 15-50 km,
dan partikel terkecil berukuran 1-<1µm>.
2.5.
Dampak
Sedimentasi Terhadap Daerah Pesisir
Pendangkalan akibat sedimentasi alamiah membawa beberapa dampak
positif dan dampak negatif.
Dampak positif, sedimentasi sekitar muara sungai seperti
batu dan pasir bisa memberikan nafkah bagi penduduk sekitar daerah aliran
sungai. Kegiatan pertambangan dapat dilakukan di daerah aliran sungai untuk
mencukupi kebutuhan hidup masyarakat pesisir. Disamping untuk dijual hasil
tambang tersebut juga ada masyarakat yang sengaja mengambil batu maupun pasir
untuk mendirikan bangunan di rumahnya sendiri. Karena pasir merupakan bahan
baku dalam mendirikan bangunan yang harganya cukup mahal. Jadi masyarakat
biasanya mengambil batu maupun pasir secara sengaja di muara sungai.
Dampak negatif, dasar di hilir sungai akan meninggi akibat
sedimentasi ini. Akibatnya, air tidak mengalir dengan baik sehingga meningkatkan
kemungkinan banjir. Jalur air ke laut terhalang oleh sedimentasi. Ekosistem
pesisir juga terancam oleh pendangkalan. Biota-biota perairan dangkal
kehilangan habibat. Padahal, biota laut dangkal sumber makanan utama ikan-ikan
di laut. Jika kehilangan makanan, populasi ikan menyusut sehingga jumlah
tangkapan nelayan berkurang. Bagi pelayaran, dampak pendangkalan berupa
menyempitnya alur. Akibatnya, perahu dan kapal semakin terbatas ruang geraknya.
Walaupun tidak semua dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif, seperti
dalam jangka panjang sedimentasi dalam jutaan tahun kembali akan mengahasilkan
mineral yang berguna untuk energy seperti minyak dan gas alam atau seperti
pengendapan yang terjadi di sungai, banyak yang menggali dan menambang pasir di
darerah sungai karena sedimentsi menyebabkan kualitas pasir menjadi bagus untuk
bahan bangunan dan untuk membuat jalan. Tetapi yang kita lihat selama ini
adalah terjadinya abrasi pantai, terlalu banyak organisme yang mati akibat
tercemar logam berat, habitat dan ekosistem banyak yang rusak disebabkan
pengikisan pantai yang diakibatkan oleh proses sedimentasi (Anonim 2011).
2.6.
Upaya
Penanggulangan Sedimentasi di Muara Sungai
Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
sedimentasi di sungai yaitu:
a. Pengerukan sedimen sungai
Pengerukan merupakan langkah atau kegiatan menggali
material-material yang ada di permukaan bumi dengan menggunakan alat bantu
seperti mesin ataupun alat sederhana. Pengerukan sedimen di muara sungai
dilakukan dengan menggunakan alat berat (ekskavator) yang dikendalikan manusia
dan alat sederhana berupa sekrup yang dilakukan oleh beberapa orang.
b.
Teknik Sabo
Suatu terminologi teknik dari bahasa Jepang untuk
mengartikan pengendalian erosi dan pergerakan sedimen (erosion and sediment
movement control). Suatu sistem atau teknik untuk pengendalian erosi dan
pergerakan sedimen (control the production and move of sand and gravel with
a nature of disaster). Dam Sabo
merupakan Suatu struktur bangunan melintang sungai, sebagai salah
satu bangunan pengendali sedimen yang memiliki peranan paling dominan
mengendalikan sedimen dalam sistem Sabo (http://www.bencana-sedimen.net/tentangsedimen.php ).
BAB
III
METODE
PENULISAN
Dalam mertode penulisan ini penulis
menggunakan penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:
1.
Teknik observasi
Yaitu
penulis melakukan observasi ke tempat atau objek yang akan dikaji secara
langsung. Dalam hal ini penulis mengamati langsung objek-objek yang dikaji
kemudian dilaporkan.
2.
Teknik
kajian pustaka
Yaitu
mengumpulkan sejumlah imformasi ataupun data berdasarkan kajian pustaka. Dalam
hal ini penulis mencari imformasi-imformasi, dan data-data dari kajian pusataka
seperti buku, internet, majalah, dan yang lainnya untuk dijadikan bahan
laporan.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1
Kondisi Geografis Kota Singaraja
a. Letak dan Luas
Singaraja
merupakan ibu kota Kabupaten Buleleng yang menjadi bagian dari wilayah Propinsi
Bali. Secara administratif wilayah Kota Singaraja terdiri dari 19
desa/kelurahan (BPS, 2009 dalam Dewi 2011). yang secara astronomis terletak
pada 08° 04'40"LS - 08° 09'30" LS dan 115° 04'10" BT - 115° 07'
10" BT.
Adapun
batas-batas wilayah Kota Singaraja adalah sebagai berikut.
§ Sebelah
utara berbatasan dengan Laut Bali.
§ Sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Jinengdalem, Pengelatan, Petandakan, Sari Mekar
dan Padang Bulia.
§ Sebelah
barat berbatasan dengan Desa Pemaron.
§ Sebelah
timur berbatasan dengan Desa Sangsit dan Sinabun.
b. Geologis
Jenis
tanah yang tersebar di wilayah kota Singaraja adalah regosol coklat kelabu.
Jenis tanah tersebut memiliki ciri-ciri tanah berstektur kasar dengan kadar
pasir lebih dari 80%, tidak menunjukan sifat hidromorfik dan tidak bersifat
mengembang dan mengerut. Kondisi tanah seperti ini berpengaruh terhadap
tingginya daya serap air (Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Buleleng,
2007 dalam Dewi 2011).
c. Topografi
Kota
Singaraja memiliki relief datar dengan kemiringan lereng 0-2% dan ketinggian
0-100 m dari permukaan air laut (BPS Kabupaten Buleleng, 2009 dalam Dewi 2011).
Topografi tersebut secara umum dimanfaatkan sebagai daerah pertanian dan pusat
aktivitas masyarakat, serta menjadi permukiman. Meskipun berada di daerah dataran rendah
namun aktivitas pertanian terlihat sangat jarang, hal tersebut tidak saja karena sifat geologis daerah
yang kurang cocok untuk pertanian namun
juga karena
sebagian besar lahan pertanian telah di alih fungsi menjadi permukiman. Melihat
permukiman di kota singaraja yang senakin padat dan didukung oleh keadaan
topografi yang cukup landai tidak menutup kemungkinan aktivitas manusia di
daerah yang berdekatan dengan sungai mendorong perilaku manusia yang
menyebabkan sedimentasi di sekitar sungai meningkat karena limbah yang dibuang
secara langsung ke sungai.
4.2
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Sedimentasi Di Muara Tukad Buleleng
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sedimentasi
di daerah muara sungai yang ada di kota Singaraja:
- Perilaku Manusia
Sedimentasi di suatu lingkungan pantai atau daerah muara
sungai sekitar tukad buleleng terjadi karena terdapat suplai muatan sedimen yang tinggi di di daerah hulu sungai. Suplai
muatan sedimen yang sangat tinggi yang menyebabkan sedimentasi itu berasal dari
daratan yang dibawa ke laut melalui aliran sungai sepanjang aliran tukad
Buleleng.
Pembukaan lahan dengan menebang pohon-pohon besar untuk
pertanian di daerah hulu yang berdekatan dengan daerah aliran sungai dapat meningkatkan
erosi permukaan menjadi faktor utama yang meningkatkan suplai muatan sedimen ke
muara sungai. Karakteristik sedimentasi di perairan pesisir terjadi perlahan
dan berlangsung menerus selama suplai muatan sedimen yang tinggi terus
berlangsung. Perubahan laju sedimentasi dapat terjadi bila terjadi perubahan
kondisi lingkungan fisik di daerah aliran sungai terkait. Pembukaan lahan yang
meningkatkan erosi permukaan dapat meningkatkan laju sedimentasi. Sebaliknya,
pembangunan dan atau pengalihan aliran sungai dapat merubah kondisi sedimentasi
menjadi kondisi erosional.
Luas Kota Singaraja
mencapai 27,15 km2. Dari luas tersebut sekitar 10,7 km2 dimanfaatkan
untuk permukiman penduduk yang dari waktu ke waktu selalu mengalami peningkatan
(BPS, 2009 dalam Dewi, 2011). Pembuatan
permukiman-permukiman sekitar sungai Buleleng juga memberikan kontribusi yang
besar terjadinya sedimentasi di muara sungai karena melihat perilaku manusia
sekitar daerah aliran sungai yang secara sengaja maupun tidak sengaja membuang
limbah rumah tangga berupa sampah baik sampah organic maupun non organic ke tukad Buleleng atau berupa limbah cair yang
terbawa melalui selokan-selokan di samping rumah penduduk.
- Secara Alami
Kondisi geografis kota Singaraja juga mempengaruhi
sedimentasi yang terjadi di muara sungai cukup besar. Melihat kemiringan lereng
kota Singaraja yang berkisar 0-2% membuat daerah muara tukad Buleleng menjadi
daerah endapan atau sedimen yang potensial. Saat terjadi hujan yang cukup deras
akan menyebabkan terjadinya erosi permukaan atau limpasan yang cukup besar yang
kemudian terbawa secara langsung menuju aliran sungai tukad Buleleng sampai
bermuara ke laut. Sedimen yang terangkut saat terjadi hujan kebanyakan
mengandung tanah dan pasir. Tanah dan pasir ini berasal dari hulu, tanah
longsor sekitar tukad buleleng member konstribusi sedimen yang cukup besar.
Disamping itu batu – batu yang telah mengalami pelapukan di daerah hulu sungai
juga dapat terangkut menuju muara sungai dalam periode tertentu.
4.3 Dampak Sedimentasi Tukad
Buleleng Terhadap Daerah Pesisir
Adanya proses sedimentasi yang terjadi di tukad Buleleng
membawa dampak positif dan dampak negatif, yang dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Dampak positif, sedimentasi sekitar muara tukad Buleleng
kebanyakan mengandung material berupa batu-batu kecil dan pasir yang cukup
halus yang terbawa dari hulu sungai yang merupakan hasil pelapukan batuan.
Sedimen berupa batu dan pasir tersebut bisa dimanfaatkan bagi penduduk sekitar
daerah aliran sungai. Batu dan pasir merupakan bahan baku dalam mendirikan
bangunan yang harganya cukup mahal. Jadi masyarakat sekitar daerah aliran
sungai tersebut ada yang mengambil batu maupun pasir secara sengaja di muara
sungai tersebut. Namun kegiatan ini nampak setelah adanya pengerukan yang
baru-baru ini dilakukan oleh Pemkab Kabupaten Buleleng. Dalam jangka waktu yang
panjang, sedimentasi dalam jutaan tahun kembali akan mengahasilkan mineral yang
berguna untuk energi seperti minyak dan gas alam.
Dampak negatif, pada dasar hilir tukad Buleleng akan
meninggi akibat sedimentasi ini. Akibatnya, air tidak mengalir dengan baik
sehingga meningkatkan kemungkinan banjir. Jalur air ke laut terhalang oleh
sedimentasi. Ekosistem pesisir juga terancam oleh pendangkalan. Biota-biota
perairan dangkal kehilangan habibat. Padahal, biota laut dangkal sumber makanan
utama ikan-ikan di laut. Jika kehilangan makanan, populasi ikan menyusut
sehingga jumlah tangkapan nelayan berkurang. Bagi pelayaran, dampak
pendangkalan berupa menyempitnya alur. Akibatnya, perahu dan kapal semakin
terbatas ruang geraknya. Pelabuhan buleleng yang dulunya di tempat ini kini
telah tiada merupakan salah satu akibat dari terjadinya pendangkalan pantai
sehingga kapal mengalami kesulitan saat berlabuh. terjadinya abrasi pantai
sekitar muara tukad buleleng merupakan akibat dari proses sedimentasi. Sedimen
dari hasil buangan limbah rumah tangga berupa berupa limbah cair dan sisa
organisme menyebabkan pencemaran pada muara sungai, bahkan secara kasat mata
dapat kita lihat warna air yang kadang keruh dan jernih serta bau air sungai menjadi tidak sedap oleh
limbah tersebut.
4.4 Upaya
Penanggulangan Dampak Negatif Sedimentasi Di Muara Tukad Buleleng
Pendangkalan yang terjadi di muara tukad Buleleng menjadi
perhatian yang serius bagi pemerintah, upaya yang telah dilakukan untuk
menanggulangi sedimentasi yang terjadi di muara Tukad Buleleng yaitu Pengerukan.
Pengerukan merupakan langkah atau kegiatan menggali
material-material yang ada di permukaan bumi dengan menggunakan alat bantu
seperti mesin ataupun alat sederhana. Dalam hal ini mengenai pengerukan sedimen
yang ada di tukad Buleleng yang sudah dilakukan oleh Pemkab Buleleng dilakukan
dengan menggunakan mesin berat. hasil pengerukan yang dikumpulkan yaitu di
sebelah timur muara sungai.
Disamping diadakannya pengerukan peran masyarakat sekitar
muara Tukad Buleleng sangat penting untuk menjaga kelestarian sungai. Masyarakat
sekitar DAS tukad Buleleng harus sadar dengan cara tidak membuang sampah ke
sungai agar tidak terjadi penumpukan sampah, yang merusak panorama pantai
sekitar muara sungai dan tentunya dapat mencemari sungai tersebut.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Simpulan
Dari
pemaparan laporan di atas ada beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Faktor-faktor
yang menyebabkan sedimentasi ke sungai ada dua yaitu karena perilaku manusia
dan secara alami. Perilaku manusia seperti kegiatan pembukaan lahan untuk
pertanian bagian hulu menyebabkan aliran air permukaan tinggi sehingga tanah
lebih cepat tererosi dan hasil erosi terendap di muara dan sampai ke dasar
laut, serta pembuatan permukiman yang ada di sekitar daerah aliran sungai
menyebabkan manusia secara sengaja maupun tidak sengaja membuang limbah rumah
tangga ke sungai sehingga menyebabkan sedimentasi di muara sungai
meningkat. Secara alami terjadi ketika
curah hujan tinggi dan pelapukan yang terjadi di daratan tinggi. Curah hujan
yang tinggi dapat menghanyutkan sedimen daratan hasil dari pelapukan batuan dan
erosi sekitar sungai sampai ke muara sungai.
Dampak
dari sedimentasi di sekitar muara Tukad Buleleng memberikan dampak positif dan
dampak negative bagi daerah pesisir. Dampak positif bagi warga muara sungai
yaitu mengambil material berupa batu dan pasir untuk mendirikan bangunan.
Sedangkan dampak negatifnya muncul ketika sedimen ini mengakibatkan
pendangkalan pada muara sungai sampai ke pantai sehingga terjadi abrasi pantai.
Disamping itu juga ada material sedimen yang merusak pemandangan seperti sampah
plastic yang melayang-layang di permukan muara sungai dan bau yang tidak sedap.
Upaya
penanggulangan yang dilakukan untuk mengurangi sedimen di muara tukad buleleng
dilakukan dengan mengadakan pengerukan sedimen dengan menggunakan alat bantu
berupa mesin berat.
5.2
Saran
Penulis sadar betul dari penulisan
laporan ini masih banyak terdapat adanya
kesalahan maupun kekurangan baik dalam penjelasan ataupun penulisannya serta
dalam mengambil bahan kepustakaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
adanya kritik serta saran dari para pembaca demi memperbaiki segala kesalahan
dan kekurangan yang terdapat dalam laporan ini, sehingga untuk penulisan
makalah selanjutnya akan lebih baik.
terimakasih, sangat membantu
BalasHapusSama sama
BalasHapus