1.1. Latar Belakang
Penginderaan jauh
ialah ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi tentang obyek, daerah, atau gejala
dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat
tanpa kotak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesansd
dan Kiefer, 1979 dalam Sutanto, 1992).
Penginderaan jauh merupakan teknik yang relatif baru yang memungkinkan
orang dapat mengumpulkan data tanpa langsung terjun ke lapangan. Aspek dan
obyek tertentu pada daerah yang luas dapat diteliti tanpa penjelajahan lapangan
seluruh areal, dengan demikian akan menghemat waktu dan biaya.
Secara garis besarnya sistem penginderaan jauh dikelompokkan menjadi dua,
yaitu pertama sistem data fotografik (piktorial) yang menghasilkan gambar berbentuk foto atau yang
dikenal dengan foto udara dan memakai wahana pesawat terbang, kedua sistem data
numerik adalah sistem yang umumnya menggunakan wahana satelit dimana hasil yang
direkam merupakan data digital yang berbentuk angka-angka. Angka-angka ini
kemudian diterjemahkan oleh komputer agar dapat ditampilkan sebagai gambar.
Penginderaan
jauh berkembang sangat pesat sejak empat dasawarsa terakhir ini.
Perkembangannya meliputi aspek sensor, wahana atau kendaraan pembawa sensor,
jenis citra serta liputan dan ketersediannya, alat dan analisis data, dan
jumlah pengguna dan bidang penggunaanya. Penggunaan dari penginderaaan jauh dalam
perpetaan sangat populer digunakan saat ini.
Ada 6 alasan perkembangan penggunaan penginderaan jauh dalam perpetaan
menurut (Sutanto,1992;19-23) yakni; 1) citra menggambarkan obyek, daerah, dan
gejala di permukaan bumi dengan; wujud dan letak obyek yang mirip wujud dan
letaknya di permukaan bumi, relatif lengkap kenampakan fenomena yang
digambarkan, fenomena yang digambarkan meliputi daerah luas dan lebih permanen.
2) dari jenis citra tertentu dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensional
apabila pengamatan dilakukan dengan alat yang disebut stereoskop. 3) karakteristik
obyek yang tak tampak dapat diwujudkan dalam bentuk citra sehingga dimungkinkan
pengenalan obyeknya. 4) citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah
yan sulit dijelajahi secara teresterial. 5) merupakan salah satunya cara untuk
pemetaan daerah bencana. 6) citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek,
misalnya 16 hari bagi citra Landsat IV dan dua kali tiap hari bagi citra NOAA
sehingga data yang diperoleh lebih baru (up
to date).
Pratek penginderaan
jauh merupakan suatu implementasi dari teori
kuliah penginderaan jauh. Pada pratek penginderaan jauh mahasiswa
dilatih untuk mengimplementasikan teori-teori yang didapat dalam perkuliahan
dan diimplementasikan dalam pembutan peta secara manual maupun digital. Dalam
implementasi pembuatan peta terdapat berapa langkah-langkah yakni: tahap
persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis. Sebagai tahap akhir dalam
langkah-langkah pembuatan peta secara digital maupun manual dilakukan suatu
tahapan analisis yakni pembuatan laporan dari hasil praktek penginderaan jauh
baik secara manual maupun digital. Untuk memenuhi hal tersebut penulis
mengangkat judul mengenai ”
Tehnik Pembuatan Peta Secara Manual Dan Digital ( Suatu Implementasi Dari
Interpretasi Data Penginderaan Jauh)”.
1.2.Rumusan masalah
1.2.1. Bagaimana
tehnik pembuatan peta dengan menggunakan data penginderaan jauh secara manual?
1.2.2. Bagaimana
tehnik pembuatan peta dengan menggunakan data penginderaan jauh secara digital?
1.3.Tujuan penulisan
1.3.1. Untuk
mengetahui tehnik pembuatan peta dengan menggunakan data penginderaan jauh
secara manual.
1.3.2. Untuk
mengetahui tehnik pembuatan peta dengan menggunakan data penginderaan jauh
secara digital
1.4.Manfaat Penulisan
1.4.1. Teoritis
Secara
teoritis laporan ini bermanfaat sebagai referensi dalam mengetahui tentang
tehnik pembuatan peta secara manual maupun digital.
1.4.2. Praktis
Secara praktis laporan ini
bermanfaat sebagai data acuan dalam membantu pembuatan peta secara digital
maupun manual.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pendekatan-Pendekatan
dalam Penginderaan Jauh
Dalam
praktek penginderaan jauh pembuatan peta dari foto udara menggunakan pendekatan
dalam analisis datanya yang meliputi ;
1. Bentuk
lahan.
Klasifikasi
bentuk lahan didasarkan pada : genesis, proses, dan batuan, seperti yang
dikemukakan oleh Verstappen, 1985 dalam Suprapto, 1997; 31-104. Berdasarkan
genesanya bentuk lahan dibedakan menjadi 9
jenis, yaitu;
a)
Bentuk lahan bentukan
asal vulkanis, merupakan bentukan lahan dari proses vulkanisme atau gerakan
magma yang naik ke permukaan bumi. Contoh bentukan lahan vulkanis yaitu :
Kawah, Kaldera, Kerucut gunungapi, Lereng atas gunungapi, Lereng tengah
gunungapi, Lereng bawah gunungapi, Lereng kaki fluvial gunungapi, Lembah
gunungapi (barranco), Medan lava,
Medan lahar, Volcanic neck, Bocca, Kubah lava, Dataran tinggi lava, Dataran
fluvial gunung api, dan Sumbat lava.
b)
Bentuk lahan bentukan
asal struktural, merupakan bentukan lahan yang terbentuk karena adanya proses
endogen yakni proses tektonik atau diatrofisme. Proses ini dapat berupa
pengangkatan, penurunan dan pelipatan
kerak bumi sehingga terbentuk struktur geologi yaitu 1) lipatan, 2) Patahan. Contoh
bentukan lahan struktural meliputi: Dinding terjal, Rombakan kaki lereng, Lahan
rusak, Daerah dengan gerak masa, Kerucut talus (kipas koluvial), dan Monadnock.
c)
Bentuk lahan bentukan
asal proses denudasional, merupakan bentukan lahan hasil dari proses pelapukan,
erosi, gerak masa batuan dan proses pengendapan. Bentukan lahan asal proses ini
biasanya terdapat pada daerah dengan Topografi berombak, bergelombang, berbukit
atau bergunung yang berbatuan lunak (akibat dari proses pelapukan) dan beriklim
basah sehingga bentuk srukturnya tidak nampak lagi karena adanya gerak masa
batuan. Adapun beberapa fenomena yang nampak pada bentukan lahan asal
denudasional antara lain; pegunungan denudasional,
perbukitan denudasional, perbukitan terisolasi, nyaris dataran, lereng kaki, gabungan
kipas aluvial, dinding terjal, rombakan kaki lereng, lahan rusak, daerah dengan
gerak masa, kerucut talus (kipas koluvial), dan monadnock.
d)
Bentuk lahan bentukan
asal proses fluvial, merupakan bentuk
lahan yang disebabkan oleh proses fluvial yakni proses air mengalir baik
memusat (sungai) maupun oleh aliran permukaan bebas (overland flow). Ketiga
akitivitas ini mencangkup; erosi, transportasi, dan deposisi/sedimentasi.
Adapun contoh bentukan asal proses fluvial yaitu: daratan aluvial, dasar sungai/sungai
mati, rawa belakang, daratan banjir, tanggul alam, lakustrin, ledok fluvial, gosong
lengkung alam (point bar), teras fluvial, kipas aluvial, crevasse-spalaye, delta
dengan berbagai tipenya, dan igir fluvial.
e)
Bentuk lahan bentukan
asal proses marin, merupakan bentukan lahan yang terjadi akibat pasang surut,
gelombang air laut. Bentukan lahan ini biasannya terdapat di pesisir lautan.
Kenampakan-kenampakan yang bisa muncul dari aktivitas marin ini meliputi; rataan
pasang surut, platform, chiff dan notch, spit, lidah gosong pasir laut, ledok antara
beting pasir laut, hamparan lumpur, daratan pantai, daratan aluvial pantai, teras
marin, gisik, beting gisik, tombolo, dan lagun.
f)
Bentuk lahan bentukan
asal proses angin (aeolin), merupakan bentuk lahan diakibatkan oleh proses
angin, gerakan udara dapat membentuk bentuk lahan yang spesifik, dan berbeda
dari proses yang lainnya. Bentuk lahan ini dapat membentuk
kenampakan-kenampakan seperti: gumuk pasir dan debu endapan angin.
g)
Bentuk lahan bentukan
asal proses pelarutan, terbentuk dari pelarutan batuan kapur/gamping. Bentukan
lahan ini membentuk kenampakan-kenampakan antara lain, plateau karst, hillocks,
doline, uvala, dan poljes.
h)
Bentuk lahan bentukan
asal proses Glasial, terbentuk oleh pencairan es/salju yang umumnya terdapat
didaeraha lintang tinggi maupun tempat-tempat yang mempunya elevasi tinggi dari
muka air laut. Bentuk lahan ini dibdakan menjadi 2 yakni erosional dan
deposisional. Contoh bentuk lahan asal proses glasial yaitu circui dan horn.
i)
Bentuk lahan bentukan
asal Aktivitas Organisme, Menurut
Verstappen (1977) dalam Suprapto (1997), bentuk lahan organik bukan hanya terumbu karang saja,
akan tetapi termasuk pesisir bakau (mangrove coast) dan ranca gambut (peat
bog).
2. Kemiringan
Lereng
Selain bentuk lahan, kemiringan lereng juga sangat
diperlukan untuk mengetahui karakteristik wilayah. Adapun kemiringan lereng
daerah tersebut adalah:
a)
0 – 2 % tergolong datar
b)
2-8 % tergolong landai
c)
8-15 % tergolong
bergelombang
d)
15-25 % tergolong terjal
e)
25-40 % tergolong
sangat terjal.
f)
Lebih dari 40% tergolong sangat terjal sekali
3. Penggunaan
Lahan
Penggunaan lahan yaitu setiap bentuk campur tangan manusia
terhadap sumber daya lahan, baik sifat menetap maupun merupakan daur ulang yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebendaan maupun kejiwaan
(spritual) atau kedua-duanya. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa
penggunaan lahan sangat erat kaitanya dengan aktivitas manusia dan sumber daya
lahan. Oleh karena itu penggunaan lahan bersifat dinamis, mengikuti perkembangan kehidupan manusia dan budaya. Adapun contoh
penggunaan lahan adalah pemukiman, jalan, sawah,
kebun campuran, sungai, lahan kosong, tegalan dan lain
sebagainya.
B.
Metode
Penginderaan Jauh
Dalam
metode penginderaan jauh menurut Roscoe (1960)
dalam Sutanto (1992), terdapat 6
tahapan yaitu ;
1.
Merumuskan Masalah dan
Tujuan dalam Metode Penginderaan Jauh
Perumusan
tujuan dimulai dengan perumusan masalah secara jelas. Masalah dapat berupa
sesuatu yang aneh yang tidak pada tempatnya atau tidak biasa terjadi, sesuatu
yang kurang jelas, sesuatu yang menimbulkan tantangan. Misalnya pemotretan bagi
sebagian wilayah Indonesia yang hampir selalu tertutup oleh awan (Tejoyuwono,
1982 dalam Sutanto, 1992:83).
2.
Cara Mengevaluasi
Kemampuan dalam Metode Penginderaan Jauh
Setelah
masalah dan tujuan dirumuskan dengan jelas, barulah dilakukan penilaian
terhadap kemampuan pelaksanaannya yang menyangkut tentang kemampuan pelaksanaan
dan timnya, alat, perlengkapan, dana dan waktu yang tersedia. Antara kemampuan
dan tujuan yang ingin dicapai harus sesuai.
3. Pemilihan
Cara Kerja dalam Metode Penginderaan Jauh
Agar
dapat dilakukan pemilihan cara kerja yang baik, perlu diketahui tentang
perencanaan penggunaan lahan dan apa pula tugasnya.
4. Hal-hal
yang Perlu Dilakukan dalam Tahap Persiapan Metode Penginderaan Jauh
Menurut Sutanto (1992:87-92)
menyatakan dalam tahap persiapan metode penginderaan jauh ada empat, yakni
sebagai berikut:
a)
Menyiapkan data acuan,
data acuan adalah data yang bukan berasal dari penginderaan jauh, akan tetapi
data tersebut diperlukan dalam interpretasi citra.
b)
Menyiapkan data
penginderaan jauh, Data pengideraan jauh adalah hasil perekaman obyek dengan
menggunakan sensor buatan.
c)
Menyiapkan mosaik,
mosaik foto adalah serangkaian foto daerah tertentu yang disusun menjadi satu
lembar foto.
d) Orientasi
medan, pekerjaan ini dilakukan dengan membawa foto ke medan. wujud yang
digambarkan foto dicocokkan dengan wujud sebenarnya di medan/lapangan.
C.
Langkah
– Langkah dalam Teori
Praktek Penginderaan Jauh Secara Manual
I.
Tahap pra-pelaksanaan
kegiatan (tahap persiapan)
menyiapkan
bahan dan alat sebagai berikut;
3.1. Bahan-
bahan yang disiapkan berupa;
·
Foto udara
·
Plastik bening
·
Kertas kalkir
3.2. Alat
yang disiapkan berupa;
·
Alat untuk interpretasi
foto udara berupa Stereoskop cermin
·
Pensil 2b
·
Spidol berwarna (trapido
atau drawing pen disesuaikan dengan ukuran)
·
Spritus
·
Tisu
·
Penggaris
·
Penghapus
·
Selotif (Plaster bening)
·
Gunting
- Tahap pelaksanaan kegiatan
a)
Melakukan mosaik foto
udara. Mosaik merupakan serangkaian foto daerah tertentu yang disusun menjadi
satu lembar foto. Tujuannya untuk menggambarkan daerah yang dikaji atau daerah
penelitian secara utuh. Mozaik dibedakan menjadi tiga yaitu mosaik terkontrol,
mosaik setengah terkontrol dan mosaik tak terkontrol (Sutanto. 1992: 90 ).
b)
Menginterpretasi foto
udara. Menurut Sutanto (1992: 7), interpretasi
citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk
mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Di dalam
interpretasi
citra penapsiran citra, mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran
untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan menilai arti pentingnya objek yang
tergambar pada citra/foto udara. Dalam pengenalan objek yang tergambar pada
citra ada 3 rangkaian kegiatan yang dikakukan yaitu: deteksi, identifikasi,
klasifikasi dan analisis. Penjelasannya adalah sebagainya yaitu:
Ø Deteksi merupakan kegiatan pengamatan mengenai ada atau
tidak adanya suatu objek pada citra.
Ø Identifikasi merupakan upaya mencirikan objek yang telah
dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup.
Menurut
Sutanto (1992: 121) ada 9 unsur atau kunci dalam melakukan interpretasi yaitu:
Ø
Rona dan warna,
Rona merupakan tingkat
kecerahan dan kegelapan obyek pada citra. Sedangkan warna merupakan wujud yang
asli yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit
dari spektrum tampak.
Ø
Ukuran
Ukuran merupakan
atribut obyek yang antara lain berupa jarak, tinggi, luas, tinggi, lereng, dan
volume. Karena itu ukuran obyek pada citra merupakan skala, maka di dalam
memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat
skalanya.
Ø Bentuk
Bentuk merupakan
variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek
(Lo: 1976 dalam Sutanto: 1992 ). Ada dua
bentuk yaitu shape (bentuk luar atau
bentuk umum) dan form (susunan atau bentuk
yang lebih rinci).
Ø
Tekstur
Tekstur merupakan
frekuensi perubahan rona pada citra (Liellesand dan Kiefer: 1979 dlam Sutanto:
1992). Biasanya dinyatakan dengan kasar, dan halus.
Ø
Pola
Pola merupakan susunan
keruangan yang menjadi ciri untuk menandai banyaknya obyek bentukan manusia dan
beberapa obyek alamiah. Misalnya pola aliran sungai dan pola permukiman
penduduk.
Ø
Tinggi
Tinggi merupakan kenampakan
tinggi dari suatu obyek. Suatu obyek pada citra akan memiliki tinggi yang
bergam tergantung dari obyek tersebut sehingga kita mudah menganalisis
kenampakan yang muncul. Contohnya adalh perbedaan ketinggian antara gunung dan
pohon yang tampak dalam citra maupun Foto udara.
Ø
Bayangan
Bayangan merupakan
kenampakan yang berada di daerah gelap, bayangan bersifat menyembunyikan obyek.
Ø
Situs
Situs merupakan letak
suatu obyek terhadap obyek lain yang berada di sekitarnya (Estes dan
Simonet:1975 dalam Sutanto: 1992). Misalnya tajuk pohon yang berbentuk bintang
pada citra menunjukkan bahwa terdapat pohon palma. Mungkin pohon sejenis
kelapa, kelapa sawit, sagu, nipah, dan jenis palma lainnya.
Ø Asosiasi
Asosiasi
merupakan keterkaitan obyek yag satu dengan obyek yang lainnya. Misalnya ada
pada citra terdapat kenampakan poligon persegi panjang di sekitarnya terdapat
gawang, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kenampakan tersebut adalah
lapangan sepak bola.
c)
Mendeliniasi hasil
interpretasi foto udara. Mendelineasi dilakukan dengan menuliskan hasil
interpretasi ke dalam plastik bening dengan menggunakan spidol berwarna. Apabila terjadi kesalahan dalam mendelineasi
dapat dihapus dengan menggunakan tisu yang telah diisi spritus terlebih dahulu.
d)
Mengoverlaykan hasil
deliniasi foto udara. Overlay merupakan cara menumpangtindihkan plastik bening
hasil delineasi sehingga menjadi satu. Misalnya kenampakan mengenai penggunaan
lahan, bentukan lahan dan kemiringan lereng. Sehingga menghasilkan unit lahan.
e)
Membuat peta hasil
interpretasi foto udara. Hasil dari overlay tersebut dijiplak ke dalam kertas
kalkir dengan menggunakan pensil 2b, tujuannya untuk memudahkan menghapus jika
terjadi kesalahan dalam pembuatan peta.
Untuk membuat peta hasil interpretasi tetap mengikuti kaedah kartografi.
f)
Membuat peta lintasan.
Peta lintasan dibuat dengan cara mengisi tanda (x) pada kenampakan di peta yang
memerlukan cek lapangan. Misalkan pada daerah permukiman, perkebunan, sawah dan
sebagainya.
g)
Cek lapangan untuk meng-up
to date data (memperbaruhi) foto udara hasil interpretasi foto udara. Dalam
kegiatan ini kita harus menyocokkan peta lintasan yang kita buat dengan keadaan
sebenarnya di lapangan. Apabila ada ketidaksesuaian dengan peta yang kita bawa,
bisa diisi tanda atau tulisan tertentu untuk memudahkan dalam pembuatan peta
baru. Misalkan pada peta terdapat daerah persawahan sedangkan kenyataanya di
lapangan merupakan daerah permukiman.
h)
Menginterpretasi ulang
hasil interpretasi foto udara. Setelah melakukan cek lapangan tentunya akan
memperoleh berbagai data atau temuan yang berbeda, yang tidak sesuai dengan
peta hasil interpretasi yang dibuat sebelumnya. Maka dari itu diperlukan
interpretasi ulang.
i)
Membuat peta hasil
interpretasi foto udara yang baru. Peta hasil intepretasi baru dibuat
berdasarkan pertimbangan yang telah matang. Karena sebelumnya telah diadakan
cek lapangan dan interpretasi ulang foto udara. Sehingga peta yang dihasilkan
bisa dipertanggungjawabkan. Peta yang dibuat tetap berpedoman pada kaedah
kartografi.
III.
Tahap pasca pelaksanaan
(Tahap analisis)
Pada kegiatan ini
dilakukan pembuatan sebuah laporan hasil dari pelaksanaan kegiatan yang telah
dilakukan agar dapat dipakai oleh para pengguna data.
D.
Langkah
– Langkah dalam Teori
Praktek Penginderaan Jauh Secara Digital
a)
Menyiapkan perangkat
yaitu:
·
perangkat keras (Hardware)
merupakan suatu perangkat yang digunakan oleh manusia (Brainware) dalam
mengolah maupun menyajikan data. yaitu komputer, keyboard, mouse, CPU, RAM (Memory), Storage (penyimpanan), Out put divice, input In
put device.
·
perangkat lunak
(Software) merupakan suatu perangkat yang digunakan oleh manusia (Brainware)
dalam mengolah data. Seperti Adobe Photoshop, Picasa, ArcView, MapInfo,
ER-Mapper, dan sebagainya.
Pada pembuatan laporan ini akan dibatasi
penggunaan perangkat lunak (software) yang digunakan yakni menggunakan
perangkat lunak berupa Arc View. Arc View merupakan salah satu software dalam kelompok SIG
yang dikembangkan untuk keperluan
berbagai analisis keruangan.
Melalui Arc View, dapat dibuat berbagai peta untuk keperluan data base, mengedit/mengkonfigurasi peta
sehingga memiliki tampilan sesuai yang
diinginkan, untuk keperluan presentasi, serta melakukan berbagai operasi ruang
sesuai dengan hasil yang ingin ditampilkan.
Data dalam Arc View
terbagi dalam dua bentuk, yaitu data spatial dan data tabuler. Pada dasarnya,
seperti pada data spatial yang lain, pada Arc View terdiri dari feature titik,
garis, dan poligon yang keseluruhannya dibuat dalam format vektor (mempunyai
besar dan arah tertentu). Arc View sangat
mendukung data-data spatial yang dibuat dalam format antara lain :
·
Shape file
·
Arc Info
·
Auto Cad (format DXF
dan DWG)
·
Micro Station Design
Files (format DGN)
·
dan lain sebagainya
Selain itu Arcview juga dapat
mendukung data spatial dalam format raster, antara lain:
·
JPG
·
BMP
·
WMF
·
IMG
·
dan lain sebagainya.
Namun untuk data-data dalam format
raster (image) hanya dapat dimasukkan ke dalam Arc View sebagai gambar yang
tidak dapat diedit/dianalisis. Arc View juga mendukung data data tabuler yang
biasanya merupakan data atribut dari feature-feature data spatial yang ada.
Format data tabuler dalam Arc View dibuat dalam format dBase (DBF). Umumnya,
data spatial dan tabuler ini saling berkaitan satu sama lain, dimana berbagai
feature yang ada diterangkan secara lebih jelas (misalnya panjang, luas, kedudukan,
dll) dalam data tabuler.
Salah satu kemampuan Arc View
adalah mengatur bagaimana sebuah peta akan dipresentasikan sehingga memiliki
penampilan yang jelas dan mudah dimengerti oleh para pemakainya, dimana hal ini
banyak dipengaruhi oleh pengaturan, pemakaian dan tata letak dari judul/nama,
warna, simbol, keterangan, skala, text pendukung (annotation), serta berbagai
atribut peta lainnya. Berikut ini
akan dijelaskan bagaimana langkah-langkah yang diperlukan guna menampilkan satu
peta dan membuat konfigurasi dari berbagai atributnya tersebut.
b)
Tahap pelaksanaan
·
Menjalankan perangkat software ArcView
c)
Tahap analisis
·
Pembuatan laporan
BAB III
METODE PENULISAN
3.1.
Rancangan
Penulisan
Penulisan
ini dibuat dengan merancang terlebih dahulu teori-teori dan langkah–langkah
pembuatan peta baik secara manual maupun digital, kemudian diimplementasi dalam
pembuatan peta secara langsung.
3.2.
Tehnik
Pengumpulan Data
3.2.1. Teknik
observasi
Observasi
adalah metode atau cara-cara yang menganalisis data dengan mengadakan pencatatan
secara sistematis mengenai pembuatan peta secara manual maupun digital dengan
melihat atau mengamati obyek secara langsung melakukan cek lapangan. Dalam
penulisan ini penulis banyak menggunakan metode ini mengingat laporan ini
dibuat dengan melakukan pengamatan langsung ke obyek.
3.2.2. Teknik
kepustakaan
Metode kepustakaan adalah metode
penulisan dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber seperti; internet,
buku-buku dan lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.
Tehnik
Pembuatan Peta dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh Secara Manual
Langkah-langkah kerja pembuatan peta hasil interpretasi foto
udara inframerah berwarna semu.
I.
Tahap persiapan
1.
Siapkan alat dan bahan
yang telah disebutkan di atas!
2. Gunting
kertas bening dan kertas kalkir dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran
foto udara.
3. Ambil
stereoskop cermin dan letakan pada meja dengan alas yang datar, pada tempat
pelaksanaan praktek pembuatan peta.
4. Ambil
2 foto udara inframerah berwarna semu daerah Tabanan, yang telah sesuai nomer
serinya misal; nomer seri 1234 dengan nomer seri 1235.
5. letakan
foto udara inframerah berwarna semu daerah Tabanan pada bagian bawah dari lensa
stereoskop cermin, atur posisi poto udara sesuai nomer serinya, di sebelah kiri
misalnya 1234 dan sebelah kanan misalnya 1235, atur foto udara sesuai dengan
arah orientasi foto udara tersebut.
6. Lihat
kenampakan yang sejenis pada kedua foto udara, kemudian letakkan telunjuk
tangan pada kedua kenampakan tersebut.
II. Tahap
pelaksanaan
1. Melakukan
mosaik
Lihat
fenomena yang sama pada kedua foto udara tersebut, kemudian taruh telunjuk
tangan kiri di atas fenomena pada foto udara sebelah kiri, sedangkan telunjuk tangan kanan menggeser-geserkan foto
udara sebelah kanan. Selanjutnya lihat pada stereoskop cermin apakah kedua foto
udara tersebut telah bertampalan. Apabila belum geser terus sampai kedua foto
udara bertampalan. Jika telunjuk tangan kanan dan telunjuk tangan kiri telah
bersatu pada stereoskop cermin maka kedua foto udara tersebut sudah bertampalan
dan mozaik sudah berhasil dilakukan.
2.
Interpretasi foto udara
inframerah berwarna semu daerah Tabanan
Interpretasi
kenampakan-kenampakan yang terdapat pada foto udara dengan menggunakan 9 unsur
kunci interpretasi dan analisis, dengan menggunakan 5 tahap analisis pendekatan
foto udara meliputi, pendekatan bentukan lahan, kemiringan lereng, penggunaan
lahan, formasi geologi dan iklim.
Pada
foto udara tersebut kita hanya mengamati daerah yang akan dipetakan atau
terfokus pada daerah yang akan diteliti. Seperti daerah kabupaten Tabanan, Kecamatan
Kerambitan, desa Samsam. Saat menginterpretasi pada foto udara daerah Tabanan
tersebut menggunakan kesembilan kunci interpretasi, namun tidak semuanya kita
gunakan, hanya beberapa saja. Seperti halnya:
· Rona
dan warna, rona ada yang cerah dan ada yang gelap, yang cerah biasanya
kenampakan vegetasi atau permukiman, yang gelap kenampakan perairan seperti laut,
sawah basah dan sungai. Kemudian warna, ada warna hijau yang merupakan
kenampakan perkebunan, warna merah kecoklatan menunjukkan permukiman.
· Bentuk,
dalam foto udara ada kenampakan yang berbentuk poligon berwarna hitam hal
tersebut menunjukkan persawahan di daerah desa Samsam.
· Pola,
ada kenampakan hitam linear bercabang hal tersebut menunjukkan pola aliran
sungai.
· Tekstur, di foto udara terdapat kenampakan tekstur
yang halus. Berarti daerah desa Samsam berada di dataran Aluvial.
· Situs,
pada foto udara ada kenampakan poligon atau petak-petak berwarna hitam yang
merupakan sawah dan dekat dengan jalan raya sehingga menunjukkan mata
pencaharian penduduk adalah sebagai
petani.
· Asosiasi,
pada foto udara terdapat kenampakan bangunan yang berbentuk I, L, maupun U dan
dekat poligon berarti terdapat sekolah dan lapangan sehingga diambil kesimpulan
bahwa di daerah desa Samsam terdapat sekolah.
3. Delineasi
hasil interpretasi foto udara inframerah berwarna semu daerah Tabanan
Dalam
kegiatan ini, untuk mendelineasi daerah desa Samsam menggunakan spidol berwarna
di atas foto udara yang ditumpuk dengan plastik bening. Beri kode untuk
masing-masing kenampakan yang didelineasi, misalkan mengenai penggunaan lahan,
untuk daerah permukiman diberi tanda P dengan warna coklat muda, untuk daerah
persawahan diberi tanda S dengan warna biru, untuk daerah perkebunan diberi
tanda K dengan warna hijau, dan sebagainya. Selanjutnya mengenai bentukan lahan,
ada sembilan bentukan lahan. Untuk bentukn lahan fluvial bisa diberi tanda F,
bentukan lahan denudasional diberi tanda D, bentukan lahan solusional diberi
tanda S, bentukan lahan proses asal vulkanik diberi tanda V, dan sebagainya.
Mengenai kemiringan lereng, bisa diberi kode I – VI tergantung tingkat
kemiringannya. Apabila terjadi kesalahan dalam mendelineasi ini, dapat dihapus
dengan menggunakan tisu yang telah diisi
spritus sebelumnya.
4. Overlaykan
hasil deliniasi foto udara inframerah
berwarna semu daerah Tabanan
Hasil
delineasi kegiatan tadi ditumpangtindihkan sehingga menjadi satu kesatuan atau
istilah lainnya “unit lahan”. Karena ada kenampakan penggunaan lahan, bentukan
lahan dan kemiringan lereng.
5. Membuat
peta hasil interpretasi foto udara inframerah berwarna semu daerah Tabanan
Hasil
tumpang tindih plastik bening di atas dipindahkan ke dalam kertas kalkir dengan
cara dijiplak. kenampakan yang dijiplak hanya kenampakan yang ada di desa
Samsam saja. Karena desa tersebut sebagai objek yang akan dipetakan.
6. Membuat
peta lintasan
Setelah
membuat peta hasil interpretasi, perlu dibuat peta lintasan yang akan di bawa
dalam kegiatan cek lapangan. Caranya, buat peta yang sama dengan peta hasil
interpretasi. Hanya saja ditambah kode-kode bagi daerah yang memerlukan cek
lapangan. Contohnya kenampakan sawah, kebun, lahan kosong dan jalan setapak,
yang ada di peta bisa diberi tanda (x).
7. Cek
lapangan
Dalam
kegiatan ini kita membawa peta lintasan ke lapangan, cocokkan apakah daerah
yang diberi tanda (x) pada peta lintasan sudah sesuai dengan keadaan sebenarnya
di lapangan. Apabila tidak sesuai bisa
diberi tulisan atau tanda-tanda tertentu. Misalkan daerah persawahan dan
lahan kosong di peta ternyata setelah dicek ke lapangan merupakan daerah permukiman.
8. Menginterpretasi
ulang foto udara inframerah berwarna semu yang telah dibuat
Interpretasi
ulang adalah kegiatan mengulang kembali tahapan interpretasi yang telah dibuat
setelah dilakukan cek lapangan. Tahapan ini penting agar data yang diperoleh
lebih up to date atau data yang diperoleh mengandung unsur kebaruannya sehingga
dapat dilakukan pembaharuan data.
9. Membuat
peta interpretasi foto udara inframerah berwarna semu yang baru yang telah
dilakukan cek lapangan. Hasil interpretasi ulang foto udara ini merupakan peta
yang baru dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
III. Tahap
analisis
Membuat
laporan hasil dari kegiatan pelaksanaan pembuatan peta secara manual.
4.2.
Tehnik
pembuatan peta dengan menggunakan data penginderaan jauh secara digital
Tahap
pembuatan peta secara digital dilakukan dengan berapa tahapan yakni:
I.
Tahap persiapan
Menyiapkan:
· perangkat
keras (hardware), seperti komponen komputer meliputi: monitor,CPU, mouse,
dan keyboard.
· perangkat
lunak (software), seperti aplikasi ArcView.
· Menyiapkan
peta RBI hasil scaning skala 1:25000
dalam format JPG
· Menyiapkan
peta dasar pulau bali dalam pormat JPG
II.
Tahap Pelaksanaan
Menjalankan
software ArcView
1. Buka
software ArcView dengan mengklik sortcut softwer Arcview kemudian klik OK!
good job browww
BalasHapus